JATENGKU.COM, SURAKARTA — Korupsi masih menjadi salah satu permasalahan serius yang dihadapi oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Dampak yang ditimbulkan tidak hanya menyentuh aspek keuangan negara, tetapi juga merusak tatanan sosial, melemahkan demokrasi, serta menurunkan kualitas hidup masyarakat secara luas. Di tengah upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan melalui jalur hukum dan pengawasan, pendidikan antikorupsi hadir sebagai salah satu langkah preventif yang dinilai sangat penting.
Pendidikan antikorupsi bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan, dan membentuk sikap antikorupsi sejak dini. Melalui pendekatan ini, diharapkan terbentuk masyarakat yang jujur, berintegritas, dan memiliki karakter kuat dalam menolak segala bentuk praktik korupsi. Menjelang visi besar Indonesia Emas 2045, pendidikan antikorupsi menjadi sangat relevan untuk terus dikembangkan, terutama di daerah-daerah terpencil yang kerap kali terabaikan.
Konsep pendidikan antikorupsi menekankan pada pemahaman bahwa perilaku korup seringkali berakar dari ketidaktahuan, pembenaran atas pelanggaran hukum, serta lemahnya karakter individu. Karena itu, membangun karakter melalui pendidikan menjadi strategi penting untuk menciptakan perubahan yang berkelanjutan.
Upaya memerangi korupsi tidak hanya dilakukan oleh negara-negara berkembang, tetapi juga oleh negara maju yang menghadapi tantangan serupa. Di Indonesia sendiri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah dibentuk sejak tahun 2002 berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, sebagai lembaga independen yang memiliki mandat untuk memberantas korupsi secara sistematis.
Data dari Transparency International menunjukkan bahwa pada tahun 2021 Indonesia menempati posisi ke-96 dari 180 negara dengan skor 38 dari 100. Posisi ini menandakan masih tingginya praktik korupsi di berbagai sektor pemerintahan. Kebocoran dan pengalihan dana di sektor-sektor vital menjadi salah satu penyebab lambatnya pertumbuhan ekonomi nasional.
Kasus korupsi yang terus terungkap dari waktu ke waktu menunjukkan betapa mendesaknya langkah-langkah pencegahan dan intervensi. Salah satu kasus terbaru yang menarik perhatian publik adalah skandal ekspor Crude Palm Oil (CPO) yang melibatkan Wilmar Group, dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 11,8 triliun. Hingga pertengahan Juni 2025, dua kasus mega korupsi baru kembali ditemukan, menambah panjang daftar praktik koruptif yang merugikan negara.
Melihat situasi tersebut, pendidikan antikorupsi menjadi sangat penting untuk diterapkan dalam sistem pendidikan nasional. Pendidikan ini bukan hanya bertujuan menyampaikan pengetahuan, melainkan menanamkan sikap dan nilai-nilai integritas yang dapat membentuk karakter generasi muda.
Sayangnya, banyaknya kasus korupsi yang terjadi justru menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang memandang tindakan koruptif sebagai hal yang lumrah. Hal ini menunjukkan lemahnya karakter, yang seharusnya menjadi perhatian utama dalam pembentukan budaya antikorupsi.
Pendidikan, sebagai fondasi dalam pembentukan karakter bangsa, memegang peranan penting dalam membangun masyarakat yang sadar akan bahaya korupsi. Kata “pendidikan” sendiri berasal dari bahasa Yunani “paideia“, yang berarti membentuk generasi muda agar mampu berkontribusi dalam kehidupan masyarakat dan budaya. Pendidikan dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja, termasuk melalui kampanye sosial, penyuluhan oleh tenaga kesehatan, atau melalui media sosial yang menjangkau khalayak luas.
Perguruan tinggi memiliki peran strategis dalam upaya membentuk budaya antikorupsi. Dosen sebagai pendidik dituntut menjadi teladan, sementara mahasiswa dipandang sebagai agen perubahan yang memiliki potensi besar dalam menyebarkan nilai-nilai kejujuran dan keadilan.
Mahasiswa, dengan idealisme, semangat muda, dan kecerdasan mereka, diharapkan mampu menjadi penggerak utama dalam gerakan antikorupsi. Peran mereka dapat tercermin dalam berbagai bentuk tindakan nyata, baik di lingkungan keluarga, kampus, maupun masyarakat luas. Melalui pendidikan yang kuat, mahasiswa dapat memahami dan menanamkan sikap antikorupsi yang kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, pendidikan antikorupsi tidak akan berhasil jika karakter dasar yang dibentuk tidak bersifat antikorupsi. Tujuan utama dari pendidikan ini adalah untuk mencegah terjadinya korupsi dengan cara mendidik individu agar memahami dan menghayati nilai-nilai moral dan hukum. Jika kesadaran tidak tumbuh dari dalam diri individu, maka program pendidikan ini hanya akan menjadi formalitas belaka.
Kesadaran akan pentingnya integritas harus ditanamkan sebagai nilai dasar dalam kehidupan. Pendidikan antikorupsi menjadi wadah untuk mengasah idealisme dan integritas generasi muda agar mereka dapat melihat korupsi sebagai kejahatan serius yang harus ditangani secara sistematis dan menyeluruh.
Mengingat bahwa korupsi telah mengakar dalam berbagai lini kehidupan, maka pengembangan karakter melalui pendidikan menjadi tantangan besar yang harus terus dihadapi. Namun, upaya ini harus dijalankan secara konsisten, sebagai bagian dari tanggung jawab bersama untuk membangun masa depan bangsa yang lebih bersih dan berkeadilan.
Penulis:
- Rinda Alya Putri
- Azzahra Aulia Utami Saputri
- Ihdinie Fieman Hadait
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Muhammadiyah Surakarta