JATENGKU.COM, SEMARANG — Suasana Sanggar Seni Budaya Jurang Blimbing Kelurahan Tembalang pada 15 Agustus 2025 lalu dipenuhi masyarakat yang antusias menyaksikan pementasan kethoprak bertajuk Minak Jinggo Gugur. Pementasan ini dibawakan oleh kelompok Kethoprak Sri Mulyo Budoyo, sebuah kelompok seni tradisi yang telah lama berdiri di Jurang Blimbing. Pementasan ini menjadi penampilan perdana Kethoprak Sri Mulyo Budoyo setelah sempat vakum selama dua tahun akibat pandemi. Menurut Alviana, mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Diponegoro sekaligus Sekretaris Umum KKNT-IDBU 22, kehadiran kembali kelompok kethoprak ini tidak lepas dari semangat para pelaku seni untuk terus melestarikan budaya Jawa. “Kethoprak Sri Mulyo Budoyo sendiri sudah lama aktif, bahkan sering bekerja sama dengan FIB Undip dalam berbagai acara. Kali ini, mereka tampil lagi dengan dukungan dari kami, mahasiswa KKNT-IDBU 22. Selain karena sudah lama vakum, pementasan ini juga menjadi bagian dari rangkaian menyambut HUT RI ke-80,” jelas Alviana.
Lakonnya sendiri berjudul Minak Jinggo Gugur, mengisahkan perjalanan Damarwulan, seorang penjaga gerbang istana yang dipercaya untuk mengalahkan Minak Jinggo. Minak Jinggo sendiri merupakan tokoh ambisius yang menuntut pernikahan dengan Ratu Ayu Kencana Wungu. Melalui perjuangan panjang, Damarwulan berhasil menewaskan Minak Jinggo dan akhirnya diangkat menjadi patih. Alviana menjelaskan bahwa cerita Minak Jinggo memang cukup panjang, tetapi yang ditampilkan pada pementasan 15 Agustus yang lalu hanya sampai bagian Minak Jinggo gugur. Lakon Minak Jinggo juga merupakan lakon yang umum dalam dunia kethoprak. Dalam pementasan Kethoprak Sri Mulyo tersebut, mahasiswa-mahasiswa dari KKNT-IDBU 22 juga turut ambil bagian. Beberapa mahasiswa berperan sebagai prajurit dalam adegan perang, sementara yang lain membantu di balik panggung. “Tim Kuda Lumping dari KKNT-IDBU 22 ikut menjadi prajurit, ada Reza, Refa, Michael, dan Achdan. Hal ini membantu Tim Kethoprak agar bisa fokus ke peran utama,” ungkap Alviana.

Pementasan kethoprak tersebut turut dihadiri berbagai pihak, antara lain Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, perwakilan P2KKN Universitas Diponegoro, aparat Kelurahan Tembalang, hingga Babinsa dan Polsek setempat yang mendukung keamanan acara. Masyarakat yang hadir tampak antusias menghadiri pementasan, meskipun sebagian penonton tidak bertahan hingga akhir karena durasi pementasan yang cukup panjang. Meski begitu, apresiasi tetap mengalir terhadap usaha pelestarian budaya ini. Alviana berharap, pementasan ini bisa menjadi titik balik bagi Kethoprak Sri Mulyo Budoyo agar semakin aktif dan dikenal luas. “Semoga ke depan, Kethoprak Sri Mulyo makin sukses dan bisa dinikmati oleh semua kalangan,” tuturnya. Dengan terselenggaranya pementasan ini, Tim KKNT-IDBU 22 tidak hanya berperan dalam pemberdayaan masyarakat, tetapi juga ikut menjaga keberlangsungan budaya Jawa melalui seni kethoprak yang sarat makna.

Penulis: Aemili Rara Marcia











