JATENGKU.COM, SURABAYA — Di era digital saat ini, media sosial menjadi wadah untuk masyarakat mendapatkan informasi suatu kandungan produk. Salah satu contoh tanaman yang terkenal akhir-akhir ini adalah daun pegagan atau sering dikenal Centella Asiatica. Dari postingan tokoh terkenal (influencer) hingga artikel blog, menyatakan bahwa daun pegagan memiliki banyak macam khasiat, mulai dari meningkatkan kecerdasan otak hingga meremajakan kulit. Namun, di balik viralnya daun ini timbul pertanyaan: Apakah manfaatnya benar-benar nyata, didukung riset ilmiah, atau hanya sekadar tren viral yang didorong komersial?
Daun Pegagan dan Tren Komersial
Daun pegagan (Centella Asiatica) adalah tanaman yang tumbuh subur di daerah subtropis dan tropis, termasuk Indonesia, dan telah digunakan dalam pengobatan tradisional selama berabad-abad. Dahulu daun pegagan telah lama digunakan untuk mengobati berbagai penyakit, termasuk penyakit infeksi, dalam pengobatan tradisional masyarakat.
Namun, pada zaman sekarang, terkenalnya daun pegagan didorong oleh industri kecantikan dan kesehatan yang melihat potensi komersialnya. Produk seperti serum, pelembab, suplemen yang berasal dari daun ini laris manis diperjualbelikan, dengan menjanjikan manfaat yang terdengar terlalu bagus untuk menjadi kenyataan. Apakah ini bukti nyata, atau hanya sekedar terkenal yang dimanfaatkan untuk keuntungan?
Promosi di Platform Digital dan Risiko Tren Viral
Mari kita bahas dimulai dari sisi tren terkenalnya daun ini. Di platform seperti YouTube dan TikTok, daun pegagan sering dipromosikan sebagai solusi untuk masalah kulit seperti bekas luka, stretch mark, atau penuaan dini. Adanya tokoh terkenal seperti influencer membagikan penilaian bahwa daun pegagan dapat mengatasi berbagai permasalahan kulit, membuat wajah terlihat lebih mudah, meningkatkan kecerdasan, dan mengurangi stress. Tren ini tidak hanya populer di Indonesia, tetapi juga di luar negeri, dengan produk Korean beauty yang mengandung ekstrak (Centella Asiatica) sebagai bahan utama. Namun, di balik populernya tanaman ini, pasti adanya juga resiko.
Banyak klaim tidak didukung oleh bukti kuat, dan ekspektasi berlebihan yang bisa menimbulkan kekecewaan. Misalnya, jika seseorang mengandalkan pegagan untuk mengobati kondisi medis serius seperti diabetes atau kecemasan, mereka mungkin mengabaikan pengobatan yang terbukti efektif. Lebih buruk lagi, konsumsi berlebihan bisa menyebabkan efek samping seperti gangguan pencernaan atau alergi, terutama jika produknya tidak berkualitas.
Fakta di Balik Klaim: Bukti Ilmiah Daun Pegagan
Namun, mari kita lihat dari sisi ilimiahnya. Pegagan (Centella asiatica (L.)Urb) memiliki aktivitas pada kulit sebagai penyembuh luka, luka infeksi, luka bakar, keloid, antioksidan, antifotoaging, antiinflamasi, pemutih kulit, pelembab serta selulit yang telah dibuktikan dengan uji preklinis maupun klinis. Beberapa senyawa aktif yang berperan pada dermatolgi adalah asiatikosida, madekasosid, asam asiatika dan asam madekasik. Selain itu, pegagan terbukti aman/tidak toksik dan jarang terjadi efek samping (Fernenda et al,. 2023). Di Indonesia, pegagan sering digunakan dalam minuman tradisional untuk mengobati hipertensi dan gangguan pencernaan, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan telah mengakui beberapa produk berbasis pegagan sebagai suplemen kesehatan (BPOM, 2023).
Cara Cerdas Menyikapi Tren
Menurut saya daun pegagan adalah contoh bagus di mana tren viral bisa menjadi pintu gerbang positif menuju kesadaran akan kesehatan, tetapi juga adanya risiko jika tidak dikendalikan. Di satu sisi, terkenalnya daun ini mendorong lebih banyak orang untuk mengeksplorasi herbal alami, mendukung petani lokal di Indonesia, dan bahkan mendorong penelitian lebih lanjut.
Tetapi daun pegagan juga tidak bisa mengobati penyakit kronis sepenuhnya karena daun pegagan bukan menggantikan obat medis. Di sisi viralnya, Influencer mungkin mendapat komisi dari produk, dan tanpa regulasi yang ketat. Namun, konsumen bisa tertipu oleh klaim yang tidak akurat. Kita hidup di era di mana informasi menyebar cepat, tapi kebenarannya sering kali sulit ditemukan.
Oleh karena itu, kita harus paham bahwa pegagan memiliki hasil nyata sebagai suplemen pendukung kesehatan, bukan pengganti medis. Maka dari itu, kita perlu menyaring informasi dengan benar, kalian bisa mulai dengan konsultasi dokter, pilih produk bersertifikat, dan jangan percaya 100% pada testimoni online. Jadilah konsumen cerdas: Saring Sebelum Sharing, Konsultasi Sebelum Konsumsi.
Referensi
- BPOM. (2023, May 8). Beranda | Badan Pengawas Obat dan Makanan. Retrieved from www.pom.go.idPOM: https://www.pom.go.id/profil
- Larysa Fernenda, A. P. (2022). Review : Aktivitas Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) pada Kulit. Jurnal Sains Farmasi & Klinis , 242.
Penulis: Adeliana Siti A’raaf Rudiansyah adalah seorang Mahasiswa Baru Jurusan Pengobat Tradisional di Fakultas Vokasi, Universitas Airlangga (UNAIR). Minatnya yang mendalam untuk mengulas bagaimana tanaman tradisional seperti Daun Pegagan (Centella asiatica), yang telah lama digunakan dalam pengobatan lokal, kini kembali populer akibat tren skincare global. Tujuan artikel ini untuk membedah validitas ilmiah penggunaan Pegagan dan memisahkan antara manfaat tradisional yang telah teruji dengan tren viral di media sosial.







