JATENGKU.COM, SEMARANG — Aura Nasywa Firdaus, salah satu Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Diponegoro mendampingi pedagang kaki lima Ketoprak Mas Hibat di Jl. KH. Sirojudin, Tembalang, Kota Semarang, untuk memperkuat ketahanan pangan dan ekonomi mikro di tengah fluktuasi harga bahan pokok global pada Kamis, 26 Juni 2025.
Melalui dengan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik 131, Aura merancang serangkaian pelatihan sederhana untuk menjawab tantangan nyata: bagaimana pedagang kaki lima tetap bertahan meski harga bahan pokok naik turun di pasar global.
Dalam program “Edukasi Ketahanan Pangan bagi Pedagang Ketoprak: Strategi Bertahan di Tengah Fluktuasi Harga Global”, Aura menyasar isu ketahanan pangan yang menjadi fokus Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) poin 2: Zero Hunger. Program ini membantu menjaga ketersediaan dan keamanan bahan pangan di tingkat usaha kecil, sehingga masyarakat tetap punya akses pangan yang layak dan terjangkau.
Fluktuasi harga bahan pokok seperti kedelai, telur, dan beras seringkali dipicu kondisi global—mulai dari krisis pangan dunia hingga pelemahan kurs rupiah.
“Kondisi ini berdampak langsung pada biaya belanja PKL di lapangan. Karena itu, PKL perlu strategi praktis agar bahan baku tetap awet dan layak jual meski tidak membawa kulkas saat berjualan, sehingga pedagang tetap hemat dan harga jual tetap terjangkau,” ujar Aura.
Aura juga membuat leaflet edukasi bertajuk “Dagang Ketoprak Gak Takut Basi!” yang kemudian dibagikan untuk membantu pedagang memahami cara menyimpan tahu, tauge, lontong, hingga telur agar tidak cepat rusak. Langkah kecil ini mendukung upaya membangun ketahanan pangan dari tingkat paling bawah.
Tak hanya berhenti di aspek pangan, Aura juga memetakan tantangan ekonomi pedagang kecil. Pak Wawan, pemilik Ketoprak Mas Hibat, selama ini tidak pernah mencatat pengeluaran dan pemasukan harian, sehingga modal usaha sering tercampur dengan belanja rumah tangga.
Menjawab masalah itu, lahirlah program “Pelatihan Pengelolaan Keuangan Sederhana UMKM dalam Kerangka Pembangunan Grassroot Economy”, yang sekaligus mendukung SDGs poin 8: Decent Work and Economic Growth.
Aura pun menyusun modul mini catatan keuangan harian. Modul sederhana ini dirancang agar pedagang kaki lima seperti Pak Wawan bisa mencatat modal, belanja bahan baku, hingga pendapatan harian.
Dengan cara ini, modal usaha tidak tercampur dengan kebutuhan rumah tangga—kebiasaan kecil yang kerap membuat usaha mikro jalan di tempat.

Aura menjelaskan, pendekatan ini bukan hanya soal berdagang, tetapi juga bagian dari praktik nyata pemberdayaan perekonomian Indonesia melalui konsep grassroot development, yakni pembangunan yang dimulai dari bawah.
Dalam arti lain, warga membantu pembangunan negara lewat gerakan atau program yang muncul dari masyarakat sendiri, bukan hanya menunggu bantuan pemerintah atau kebijakan besar.
“Dalam Hubungan Internasional, ketahanan ekonomi lokal tidak bisa dilepaskan dari konteks global. Kalau harga kedelai naik di pasar dunia, mau tidak mau harga tahu akan mulai naik juga. Kalau harga pakan ternak global naik, peternak ayam juga kesulitan dan bisa memengaruhi kualitas dan kuantitas telur. Yang repot siapa? Ya pedagang kecil yang menjual tahu, telur, dan bahkan makanan yang menggunakan keduanya seperti Ketoprak Mas Hibat ini,” jelas Aura.
Saat ditanyai di tengah keberjalanan program, Aura menambahkan, “Saat ini, isu ketahanan pangan, stabilitas harga bahan pokok, dan pemberdayaan UMKM tidak lagi hanya soal kebijakan negara. Karena itu, daya tahan ekonomi harus dimulai dari level yang paling bawah, misalnya ya dengan mencatat arus keuangan harian dan menjaga ketahanan bahan baku seperti ini.”
Program yang diterapkan di Ketoprak Mas Hibat ini diharapkan Aura menjadi contoh kecil kontribusi mahasiswa Hubungan Internasional pada isu pembangunan sub-nasional, dengan menghubungkan tantangan global dan solusi lokal di tingkat komunitas. Hal ini menjadi sebuah bukti kecil bahwa studi Hubungan Internasional tidak hanya membahas relasi antarnegara, tetapi juga relevan untuk mendukung kehidupan masyarakat sekitar.
Ke depannya, pendekatan serupa diharapkan dapat diterapkan oleh pedagang kecil lainnya mereka semakin tangguh menghadapi tantangan pasar global.