JATENGKU.COM, YOGYAKARTA — Mohammad Fagisan, Alexander, Leni Suciani, Alfin Dwi Paryanto, dan Ignatius Soni Kurniawan Program Studi Manajemen Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) mengadakan pengabdian Masyarakat di UMKM Pondok Tamia, yang terletak di Yogyakarta. Program ini mengusung tema Pembangunan Komunitas melalui SDGs dan Ajaran Tamansiswa dengan tujuan untuk mendorong inovasi dan keberlanjutan usaha kuliner.

UMKM Pondok Tamia merupakan warung makan sederhana yang berdiri sejak tahun 2022 bulan September, didirikan oleh Bapak Purwinto Krishastowo (akrab disapa pak ito) dan Ibu Fatimah. Asal muasal pengabilan nama usaha Pondok Tamia di ambil dari konsep warung makan sederhana bukan restoran sehingga diambil nama “Pondok” dan nama “Tamia” sendiri diambil dari gabungan nama anak Bapak Ito dan Istri yaitu Tama dan Tia. Sebelum melakukan usaha ini usut punya usut ternyata pak ito dan istri jualan makanan keci-kecilan yang dititipkan dipasar. Namun, pada saat pandemi usaha makanan kecil-kecilan turun drastis. Kemudian pak ito dan istri beralih profesi membuka warung.

Di balik membuka warung ternyata sepasang suami dan istri ini suka yang namanya kulineran, semua makanan yang sekiranya rame dicoba-coba. Dan rata-rata semua makanan yang ada di Jogja itu sama, rasanya manis tidak begitu disukai dengan lidah istri pak ito yang suka akan makanan gurih karena ia berasal dari Jawa Timur.

Nah, akhirnya mencoba membuka warung Pondok Tamia yang harapanya sesuai dengan masakan dan lidah istri pak ito. Adapun produk yang paling diminati konsumen adalah ayam. Awalnya menu utama yang mau diandalkan di Pondok Tamia ialah ayam bakar areh, yang bumbunya dimasak bersama ayam plus santan encer hingga ayam empuk.

Tapi karena rasanya yang sedikit berbeda dengan makanan jogja yang identiknya ayam bakar itu mengguakan kecap, sehingga tidak jadi menu utama. Adapun konsep ayam bakar areh diambil dari ayam panggang klaten. Namun, karena ayam panggang klaten punya keciri khasan sendiri, makanya pak ito hanya merubah namanya menjadi ayam bakar areh. Dengan adanya menu andalan dan cita rasa unik menjadi daya tarik utama bagi pelanggan setianya.

Jadi, warung ini menyajikan masakan khas Jawa Timur, dengan menu andalan seperti ayam bakar areh yang terinspirasi dari ayam panggang Klaten. Ciri khas lainnya adalah konsep penyajian sambal dan lalapan yang dapat diambil sendiri oleh pelanggan, menciptakan suasana makan yang lebih personal dan nyaman.

Permasalahan yang Dihadapi

Sejak didirikan pada September 2022, Warung Pondok Tamia milik Bapak Purwinto menghadapi berbagai tantangan dalam operasional dan pengembangan usahanya seperti adaptasi dengan selera konsumen, keterbatasan modal, dan sarana promosi untuk memasarkan produknya agar lebih dikenal banyak orang. Meskipun semangat mereka tinggi, kadang tantangan itu bikin warung sepi dan sempat merugi.

Tapi yang menarik, dari cerita beliau, ternyata tanpa sadar Pak ito dan istri sudah menerapkan prinsip-prinsip manajemen usaha yang cukup keren mereka peka dengan kebutuhan pasar, suka mencoba resep baru, dan pelan-pelan mengembangkan menu yang pas dengan lidah pelanggan.

Solusi Kolaboratif: Pendekatan Tri-N

Dalam kegiatan pengabdian masyarakat ini, mahasiswa UST memperkenalkan konsep Tri-N yang diambil dari filosofi ajaran Tamansiswa. Ternyata konsep ini sangat relate dengan apa yang sudah dilakukan Pak ito, walau sebelumnya beliau belum tahu istilahnya. Konsep itu adalah:

  1. Niteni: Mengamati dan memahami kondisi sekitar. Dalam kasus Pondok Tamia, Pak ito memperhatikan kalau selera warga Jogja itu beda dengan selera keluarganya yang berasal dari Jawa Timur. Maka dari itu, resep-resep pun dimodifikasi agar tetap gurih tapi tetap bisa diterima pelanggan lokal.
  2. Nirokke: Meniru praktik baik. Misalnya, ayam bakar areh yang jadi menu khas diambil dari inspirasi ayam panggang Klaten, tapi dikembangkan sesuai lidah sendiri.
  3. Nambahi: Menambahkan ide baru. Ini terlihat dari beragamnya menu ayam: ada ayam goreng kremes, ayam goreng sereh, hingga ayam laos. Belum lagi konsep ambil sambal dan lalapan sendiri yang unik dan jarang ada di warung lain.

Semua proses ini dibahas bareng mahasiswa lewat ngobrol santai dan observasi langsung ke dapur. Mahasiswa juga mendorong Pak ito untuk memanfaatkan kekuatan warungnya, mulai dari cerita menarik soal nama Pondok Tamia (gabungan dari nama dua anaknya, Tama dan Tia), sampai mulai coba-coba promosi di media sosial.

Capaian dan Harapan

Dari proses pendampingan ini, Pondok Tamia mulai mengambil beberapa langkah praktis yang bisa bantu usaha berkembang. Beberapa di antaranya:

  • Pak ito mulai belajar memanfaatkan media sosial buat promosi.
  • Transaksi usaha mulai dicatat dengan lebih teratur dan rapi.
  • Cerita usaha dibungkus jadi narasi menarik yang bisa jadi daya tarik tersendiri.

Ke depan, besar harapan agar Pondok Tamia bisa terus tumbuh, punya cabang sendiri seperti yang diimpikan Pak ito, dan jadi contoh bahwa warung sederhana pun bisa sukses kalau punya semangat, jujur dalam usaha, dan terus berinovasi sesuai kearifan lokal.

Penulis: Mohammad Fagisan, Alexander, Leni Suciani, Alfin Dwi Paryanto, dan Ignatius Soni Kurniawan (Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa)

Editor: Handayat

Tag