JATENGKU.COM, SEMARANG — Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) PP No.81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga yang tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. Sampah rumah tangga terdiri dari tiga jenis, yaitu sampah organik, anorganik, dan B3.
Menurut Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) dalam rentang tahun 2018–2023, komposisi sampah terbanyak dihasilkan jatuh pada sampah sisa makanan. Meskipun demikian, terdapat potensi besar untuk pemanfaatan sampah sisa makanan yang termasuk dalam sampah organik tersebut. Salah satunya yaitu, pengomposan sampah organik dalam skala rumahan.
Dilatarbelakangi kurangnya pemahaman dan sosialisasi masyarakat dalam pengomposan sampah organik skala rumahan, Afiq Fahmi Hasan, mahasiswa KKN Tematik SDGs 2024 Optimalisasi TPST UNDIP sebagai Sarana Edukasi Pengelolaan Sampah berbasis Ekonomi Sirkular dan Zero Waste, mengadakan kegiatan sosialisasi mengenai pengomposan sampah organik skala rumahan. Dalam sosialisasi tersebut, Afiq menggunakan komposter bag yang dijual di pasaran sebagai medianya.
Melalui acara TPST Days 2024 yang diadakan pada Minggu, 24 November 2024 tersebut, Afiq menyalurkan gagasannya dengan judul “Pengenalan dan Edukasi Terkait Keuntungan Membuat Kompos Skala Rumahan dengan Komposter Bag yang Dijual di Pasaran”.
Dengan menggunakan contoh komposter bag sebagai sarana sosialisasinya, gagasan tersebut mendapat sambutan hangat dari para pengunjung TPST Days 2024. Adapun pengunjung TPST Days 2024 adalah civitas akademika dan masyarakat umum. Hal tersebut dikarenakan bahan-bahan dalam pembuatan komposter bag terjangkau dan proses pembuatan yang mudah.
Komposisi sampah organik dari pembuatan komposter bag ini terdiri dari dua jenis, yaitu sampah coklat sebanyak 65% dan sampah hijau sebanyak 35%. Dalam hal ini, sampah organik coklat terdiri dari daun dan rumput kering, sekam padi lapuk, jerami, serbuk gergaji, serutan kayu, dan limbah pertanian yang sudah kering.
Sementara itu, sampah organik hijau terdiri dari sampah dapur, sayuran dan buah yang segar maupun busuk, daun segar, ampas teh atau kopi, bumbu atau rempah, limbah pertanian, lumut, dan ganggang.
Selain itu, ada juga sampah-sampah yang tidak diperbolehkan dalam pembuatan komposter bag ini, di antaranya sampah non organik; daging, tulang, makanan berlemak tinggi; bahan kimia; susu, keju, yogurt dan produk turunan susu lainnya; kotoran anjing atau kucing; dan bahan berbahaya, seperti baterai, benda tajam, limbah medis, pampers, dan lain-lain.
Pembuatan komposter bag ini melalui beberapa tahap, yaitu pengumpulan sampah, pengelolaan sampah, penaburan pengurai, penyiraman bio activoator, pemberian tanah, penambahan sampah, dan pemanenan kompos.
Tahap pertama, yaitu pengumpulan sampah dengan perbandingan sampah organik coklat dan hijau sebesar 2:1. Apabila jumlah sampah sedikit, dapat langsung dimasukan dalam komposter bag dan jika terlalu banyak, dapat diolah terlebih dahulu di luar komposter bag.
Sampah organik hijau yang telah dikumpulkan lalu dipotong hingga berukuran kecil dan hancurkan sampah daun kering yang telah direndam dalam air semalaman dan ditiriskan. Sampah-sampah tersebut harus dimasukan dalam kondisi lembab. Selanjutnya, taburkan biofad dan urea sedikit demi sedikit secara merata. Hal tersebut bertujuan untuk mempercepat pengomposan dan peningkatan kualitas hasil kompos.
Setelah itu, larutkan dua tutup botol bio activator ke dalam 1 liter air. Siram atau semprot hasil larutan tersebut ke dalam komposter bag dan masukan sampah yang telah diolah ke dalam compost bag. Dalam tahap ini, sampah yang dimasukan tidak langsung memenuhi compost bag.
Pada lapisan awal dalam komposter bag dapat ditambahkan tanah setinggi 3–5 cm. Namun, hal tersebut bersifat opsional dan bertujuan agar mempercepat proses pembuatan kompos.
Sesudah itu, sampah organik yang telah diolah dapat ditambahkan secara bertahap ke dalam komposter bag. Langkah terakhir, yaitu pemanenan kompos. Biasanya, kompos memerlukan waktu 2–3 bulan hingga dapat dipanen. Kompos yang sudah matang berwarna hitam, tidak berbau, dan memiliki tekstur yang gembur.
Hasil dari kompos ini dapat digunakan sebagai campuran media tanam, pupuk, top soil, dan pemulihan tanah yang rusak atau terkontaminasi. Untuk campuran media tanam, campurkan tanah, hasil kompos, sekam mentah atau bakar dengan perbandingan 2:1:1.
Harapan dari adanya sosialisasi ini adalah masyarakat dapat mengolah sampah khususnya sampah organik sebagai sesuatu yang bermanfaat. Tidak hanya itu, adanya pengolahan sampah organik sebagai kompos juga dapat meminimalkan biaya dalam media tanam dan perawatan tanaman.