JATENGKU.COM, SURAKARTA — Beberapa tahun terakhir, dunia kerja mengalami perubahan signifikan seiring dengan masuknya generasi Z ke dalam angkatan kerja. Generasi yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an ini membawa asumsi baru terhadap cara kerja, nilai-nilai profesionalisme, dan keseimbangan kehidupan.

Berbeda dengan generasi sebelumnya, Gen Z tumbuh dalam era digital yang serba cepat, dengan akses luas terhadap informasi serta pengalaman kerja yang lebih fleksibel dibandingkan generasi sebelumnya.

Salah satu perdebatan yang muncul seiring dengan kehadiran Gen Z di dunia kerja ialah anggapan bahwa mereka lebih malas dibandingkan generasi sebelumnya. Banyak penyedia lapangan pekerjaan yang mengeluhkan minimnya loyalitas, rendahnya ketahanan terhadap tekanan kerja, serta kecenderungan untuk sering berpindah pekerjaan.

Namun, di sisi lain banyak pula yang berpendapat bahwa label “malas” ini sebenarnya tidak tepat. Gen Z bukan tidak mau bekerja keras, tetapi mereka lebih sadar akan pentingnya work-life balance dan kesehatan mental. Mereka lebih memilih lingkungan kerja yang fleksibel, menghargai kebebasan dalam berkarya, serta lebih menuntut keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.

Karakteristik Gen Z dalam Dunia Kerja

Gen Z memiliki cara pendekatan/penyesuain yang berbeda terhadap dunia kerja. Mereka lebih memilih pekerjaan yang tidak hanya sekadar memberikan penghasilan, tetapi juga memberikan fleksibilitas dan tidak mengorbankan kehidupan pribadi mereka. Beberapa karakteristik utama Gen Z dalam bekerja meliputi:

  • Mengutamakan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
  • Lebih memilih lingkungan kerja yang sehat, inklusif, dan memiliki makna bagi diri mereka.
  • Menghargai keberagaman serta mendukung budaya kerja yang kolaboratif.

Dengan karakteristik ini, tidak heran jika banyak dari mereka lebih memilih pekerjaan yang menawarkan fleksibilitas, seperti remote working atau freelance, dibandingkan pekerjaan dengan jam kerja ketat di kantor.

Sesuai dengan karakteristik diatas aspek atau hal yang juga sangat diperhatikan oleh Gen Z ialah Work-life balance. Mereka tidak ingin hidupnya hanya dihabiskan untuk bekerja tanpa menikmati kehidupan pribadi. Namun, muncul pertanyaan: apakah keseimbangan ini berdampak negatif terhadap produktivitas?

Dari beberapa kasus yang sudah terjadi menunjukkan bahwa keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi yang baik justru dapat meningkatkan efisiensi serta kebahagiaan pekerja.

Dengan lingkungan kerja yang fleksibel, pekerja lebih fokus dan termotivasi dalam menyelesaikan tugasnya. Alih-alih sekadar bekerja lebih lama, Gen Z lebih menekankan pada hasil kerja yang berkualitas.

Perbedaan Pandangan antara Generasi

Salah satu alasan mengapa Gen Z sering mendapat asumsi sebagai generasi malas ialah karena perbedaan budaya kerja dengan generasi sebelumnya. Gen X dan Millennial lebih terbiasa dengan sistem kerja yang lebih ketat, jam kerja panjang, dan loyalitas tinggi terhadap perusahaan.

Bagi mereka, bekerja keras dan menghabiskan waktu lama di kantor adalah tanda profesionalisme. Sebaliknya, Gen Z lebih memilih bekerja dengan cara yang lebih efisien. Mereka tidak melihat jumlah jam kerja sebagai ukuran produktivitas, melainkan fokus pada hasil kerja yang dicapai.

Perbedaan pandangan ini sering kali menimbulkan kesalahpahaman antar generasi di tempat kerja. Oleh karena itu, perusahaan perlu menyatukan perbedaan ini agar tetap produktif tanpa mengorbankan kesejahteraan karyawan.

Berbeda dengan Gen sebelumya Gen Z tumbuh di era digital, sehingga teknologi sangat berpengaruh terhadap cara mereka bekerja. Mereka terbiasa dengan multitasking, kerja jarak jauh, serta memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan efisiensi. Beberapa karakteristik utama Gen Z terkait teknologi dalam dunia kerja adalah:

  • Lebih cepat beradaptasi dengan tools digital dan sistem kerja berbasis teknologi.
  • Mengutamakan efisiensi dengan memanfaatkan aplikasi dan platform kerja online.
  • Lebih menyukai pekerjaan yang berbasis passion dan fleksibilitas waktu dibandingkan pekerjaan yang hanya menawarkan gaji tinggi tanpa keseimbangan hidup.

Dengan adanya kemajuan teknologi, Gen Z memiliki peluang untuk bekerja dengan cara yang lebih fleksibel dan inovatif, berbeda dengan generasi sebelumnya yang lebih bergantung pada metode kerja konvensional.

Perubahan ini kemudian menimbulkan pertanyaan mengenai apakah sistem kerja yang mereka anut mempengaruhi produktivitas mereka, dan apakah hal ini menjadikan mereka lebih efisien atau justru menimbulkan anggapan bahwa mereka malas bekerja.

Apakah Gen Z Malas atau Lebih Efisien?

Label “malas” yang diberikan kepada Gen Z perlu ditinjau ulang. Jika dilihat lebih dalam, mereka bukanlah malas, tetapi memiliki pendekatan/penyesuaian kerja yang berbeda. Mereka lebih mengutamakan efisiensi dan hasil kerja daripada sekadar menghabiskan waktu di kantor.

Banyak contoh sukses dari Gen Z yang mampu bekerja secara produktif dengan sistem kerja yang lebih fleksibel. Beberapa perusahaan yang menerapkan kebijakan kerja fleksibel bahkan melihat peningkatan dalam produktivitas dan kepuasan karyawan. Faktor lingkungan kerja yang mendukung juga sangat berpengaruh terhadap kinerja mereka.

Gen Z bukanlah generasi yang malas, tetapi mereka lebih adaptif terhadap perubahan zaman. Mereka menuntut keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi agar bisa lebih produktif. Perusahaan perlu memahami cara kerja mereka dan menciptakan lingkungan yang memungkinkan mereka berkembang tanpa mengorbankan produktivitas.

Dengan memahami karakteristik dan nilai-nilai yang dianut oleh Gen Z, perusahaan dapat mengubah stigma negatif menjadi apresiasi terhadap efisiensi dan inovasi yang mereka bawa. Pada akhirnya, keberagaman generasi di tempat kerja bisa menjadi kekuatan jika dikelola dengan baik

Penulis: Ifa Nur Azzarro (H0224073), Mahasiswa Universitas Sebelas Maret

Editor: Handayat

Tag